WELCOME TO OUR KNOWLEDGE

Selamat Datang...
Koleksi makalah untuk temen-temen S1 Jurusan Tarbiyah beserta tulisan-tulisan menarik lain

Selasa, 23 November 2010

Makalah Ilmu Pendidikan Islam: ALIRAN-ALIRAN KLASIK DALAM PENDIDIKAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

ALIRAN-ALIRAN KLASIK DALAM PENDIDIKAN
DAN
PENGARUHNYA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah
Ilmu Pendidikan Islam

Dosen Pembimbing:
Drs. Arif AM, MA













Oleh:


Semester V-B



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM “ MIFTAHUL ‘ULA ”
( S T A I M )
JURUSAN TARBIYAH PRODI S-1 PAI
Nglawak Kertosono Nganjuk
Oktober 2010

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dr dulu sampai sekarang ini pendidikan merupakan hal yang paling penting untuk membawa mereka kepada kehidupan yang lebih baik, dan masalah sukses tidaknya pendidikan tidak lepas dari factor pembawaan dan lingkungan. Pembawaan dan lingkungan merupakan hal yang tidak mudah untuk di jelaskan sehingga memerlukan penjelasan dan uraian yang tidak sedikit. Telah bertahun-tahun lamanya para ahli didik, ahli biologi, ahli psikologi dan lain-lain memikirkan dan berusaha mencari jawaban, tentang perkembangan manusia itu sebenarnya bergantung kepada pembawaan ataukah lingkungan. Dalam hal ini penulis akan memaparkan beberapa pendapat dari aliran-aliran klasik, di antaranya aliran nativisme, naturalisme, empirisme dan konvergensi, serta pengaruhnya terhadap pemikiran dan praktek pendidikan di Indonesia, serta pandangan islam terhadap pendidikan.

1.2. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mempunyai rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pendapat-pendapat aliran klasik terhadap pendidikan?
2. Apa pengaruh aliran-aliran klasik terhadap pemikiran dan praktek pendidikan di Indonesia?
3. Bagaimana pandangan islam terhadap pendidikan?

1.3. Tujuan
Dalam pembahasan kali ini pemakalah mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pendapat aliran-aliran klasik terhadap pendidikan.
2. Untuk mengetahui pengaruh aliran-aliran klasik terhadap pemikiran dan praktek pendidikan di Indonesia.
3. Untuk mengetahui pandangan islam terhadap pendidikan.
II. ALIRAN-ALIRAN KLASIK DALAM PENDIDIKAN
DAN
PENGARUHNYA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
2.1. Pendapat-pendapat Aliran Klasik Terhadap Pendidikan
2.2.1. Aliran Nativisme
Istilah Nativisme dari asal kata natives yang artinya terlahir. Nativisme adalah sebuah doktrin filosofis yang berpangaruh besar terhadap pemikiran psikologis. Tokoh utama aliran ini adalah Arthur Schopenhauer(1788-1869), seoran filosofis Jerman. Airan ini identik dengan pesimistisyang memandang segala sesuatu dengan kaca mata hitam. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia itu telah di tentukan oleh faktor-faktor yang di bawa manusia sejak lahir,pembawaan yang telah terdapat pada waktu lahir itulah yang menentukan hasil perkembangannya. Menurut aliran nativisme, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. Dalam ilmu pendidikan pandangan seperti ini di sebut pesimistis pedagogis.
Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak itu sendiri. Bagi nativisme lingkungan lingkungan sekitar tidak mempengaruhi perkembangan anak, penganut aliran ini menyatakan bahwa kalau anak mempunyai pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya kalau anak mempunyai pembawaan baik maka dia akan baik. pembawaan baik dan buruk ini tidak dapat di ubah dari luar.
Jadi menurut pemaparan di atas telah jelas bahwa pendidikan menurut aliran nativisme tidak bisa mengubah perkembangan seorang anak atau tidak mempunyai pengaruh sama sekali. Karena menurut mereka baik buruknya seoang anak di tentukan oleh pembawaan sejak lahir, dan peran pendidikan di sini hanya sebatas mengembangkan bakat saja. Misalnya: seorang pemuda sekolah menengah mempunyai bakat musik, walaupun orang tuanya sering menasehati bahkan memarahinya supaya mau belajar, tapi fikiran dan perasaanya tetap tertuju pada musik dan dia akan tetap berbakat menjadi pemusik.
2.1.2. Aliran Naturalisme
Nature artinya alam atau yang di bawa sejak lahir. Aliran ini di pelopori oleh seorang filusuf Prancis JJ. Rousseau(1712-1778). Berbeda dengan nativisme naturalisme berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik, dan tidak satupun dengan pembawaan buruk. Bagaimana hasil perkembangannya kemudian sangant di tentukan oleh pendidkan yang di terimanya atau yang mempengaruhinya. Jika pengeruh itu baik maka akan baiklah ia akan tetapi jika pengaruh itu jelek, akan jelek pula hasilnya. seperti dikatakan oleh tokoh aliran ini yaitu J.J. Rousseausebagai berikut:”semua anak adalah baik pada waktu baru datang dari sang pencipta, tetapi semua rusak di tangan manusia”. Oleh karena itu sebagai pendidik Rousseau mengajukan “pendidikan alam” artinya anak hendaklah di biarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut alamnya, manusia atau masyarakat jangan banyak mencampurinya. Rousseau juga berpendapat bahwa pendidikan yang di berikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik itu, aliran ini juga di sebut negativisme.
Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Yang di laksanakan adalah menyerahkan anak didik kea lam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan itu. Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba di buat-buat sehingga kebaikan anak-anak yang di peroleh secara alamiyah sejak saat kelahirannya itu dapat berkembang secara sepontan dan bebas. Ia mengusulkan perlunya permainan bebas kepada anak didik untuk mengembangkan pembawaannya, kemampuannya dan kecenderungannya.
Jadi menurut aliran ini pendidikan harus di jauhkan dari anak-anak, seperti di ketahui, gagasan naturalism yang menolak campur tangan pendidikan, sampai saat ini malahan terbukti sebaliknya pendidikan makin lama makin di perlukan.
2.1.3. Aliran Empirisme
Kebalikan dari aliran empirisme dan naturalisme adalah empirisme dengan tokoh utama Jhon Locke(1632-1704). Nama asli aliran ini adalah the school of british empirism(aliran empirisme inggris).
Doktrin aliran empirisme yang sangat mashur adalah tabula rasa, sebuah istilah bahasa latin yang berarti buku tulis yang kosong atau lembaran kosong. Doktrin tabula rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan dan pendidikan dalam arti perkembangan manusia semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya. Sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir di anggap tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini para penganut empirisme menganggap setiap anak lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong dan tak punya kemapuan apa-apa.
Aliran empirisme berpendapat berlawanan dengan aliran nativisme dan naturalisme karena berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu sama sekali di tentukan oleh lingkungannya atau oleh pendidikan dan pengalaman yang di terimanya sejak kecil. Manusia-manusia dapat di didik menjadi apa saja(kearah yang baik maupun kearah yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidikannya. Dalam pendidikan pendapat kaum empiris ini terkenal dengan nama optimisme pedagogis.
Kaum behaviouris pun sependapat dengan kaum empiris, sebagai contoh di kemukakan di sini kata-kata waston, seorang behaviouris tulen dari Amerika ”berilah saya anak yang baik keadaan badannya dan situasi yang saya butuhkan, dan dari setiap orang anak, entah yang mana dapat saya jadikan dokter, seorang pedagang, seorang ahli hukum, atau jika memang di kehendaki menjadi seorang pengemisatau pencuri”.
Dari pemaparan dan contoh di atas jelas menurut pandangan empirisme bahwa peran pendidik sangat penting sebab akan mencetak anak didik sesuai keinginan pendidik. Tapi dalam dunia pengetahuan pendapat seperti ini sudah tidak di akui lagi, umumnya orang sekarang mengakui adanya perkembangan dari pengaruh pembawaan dan lingkungan. Suatu pembawaan tidak dapat mencapai perkembangannya jika tidak di pengaruhi oleh lingkungan.
Di samping itu orang berpendapat bahwa dalam batas-batas yang tertentu kita dilahirkan dengan membawa intelegensi. Di katakana dalam batas-batas tertentu karena sepanjang pengetahuan kita tahu bahwa intelegensi dapat kita kembangkan.
2.1.4. Aliran Konvergensi
Aliran konvergensi merupakan gabungan dari aliran-aliran di atas, aliran ini menggabungkan pentingnya hereditas dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia, tidak hanya berpegang pada pembawaan, tetapi juga kepada faktor yang sama pentingnya yang mempunyai andil lebih besar dalam menentukan masa depan seseorang.
Aliran konvergensi mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkemangan manusia itu adalah tergantung pada dua faktor, yaitu: faktor bakat/pembawaan dan faktor lingkungan, pengalaman/pendidikan. Inilah yang di sebut teori konvergensi. (convergentie=penyatuan hasil, kerjasama mencapai satu hasil. Konvergeren=menuju atau berkumpul pada satu titik pertemuan).
William Stern(1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman, dan sebagai pelopor aliran ini mengatakan “kemungkinan-kemungkinan yang di bawa lahir itu adalah petunjuk-petunjuk nasib depan dengan ruangan permainan. Dalam ruangan permainan itulah letaknya pendidikan dalam arti se luas-luasnya. Tenaga-tenaga dari luar dapat menolong, tetapi bukanlah ia yang menyebabkan pertumbuhan itu, karena ini datangnya dari dalam yang mengandung dasar keaktifan dan tenaga pendorong”
Jadi menurut Williem seorang anak di lahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun buruk. Bakat yang di bawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. sebaliknya lingkungan yang baik dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang di perlukan untuk pengembang itu. sebagai contoh pada hakikatnya kemampuan anak berbahasa dengan kata-kata, adalah juga hasil konvergensi. Pada anak manusia ada pebawaan untuk berbicara dan melalui situasi lingkungannya anak belajar berbicara dalam bahasa tertentu. Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya, karena itu anak manusia mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya.
Karena itu teori W. Stern di sebut teori konvergensi(memusatkan ke satu titik). Jadi menurut teori konvergensi:
o Pendidikan mungkin untuk di laksanakan
o Pendidikan di artikan sebagai pertolongan yang di berikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik.
o Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
Dari ketiga teori tersebut jelaslah bahwa semua yang berkembang dalam diri suatu individu di tentukan oleh pembawaan dan juga oleh lingkungannya. Seorang anak dapat berkata-kata juga di pengaruhi oleh dua faktor, pembawaan dan lingkungan. Jika salah satu dari kedua faktor itu tidak ada, tidaklah mungkin lepandaian berkata-kata dapat berkembang.
2.2. Pengaruh Aliran-aliran Klasik Terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan di Indonesia.
Di indonesia telah di terapkan berbagai aliran-aliran pendidikan, penerimaan tersebut dilakukan dengan pendekatan efektif fungsional yakni diterima sesuai kebutuhan, namun ditempatkan dalam latar pandangan yang konvergensi.
Meskipun dalam hal-hal tertentu sangat diutamakan bakat dan potensi lainnya dari anak, namun upaya penciptaan lingkungan untuk mengembangkan bakat dan kemampuan itu diusahakan pula secara optimal. Dengan kata lain, meskipun peranan pandangan empirisme dan nativisme tidak sepenuhnya ditolak, tetapi penerimaan itu dilakukan dengan pendekatan eksistis fungsional yakni diterima sesuai dengan kebutuhan, namun di tempatkan dalam latar pandangan yang konvergensi seperti telah dikemukakan, tumbuh-kembang, manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni hereditas, dan anugerah. Faktor terakhir itu merupakan pencerminan pengakuan atas adanya kekuasaan yang ikut menentukan nasib manusia.
Dari paparan diatas jelas bahwa Indonesia yang mayoritas agama islam lebih condong pada aliran konvergensi yakni factor yang mempengaruhi perkembangan adalah pembawaan dan lingkungan.pembawaan merupakan potensi-potensi yang ada pada diri manusia sejak lahir yang perlu dikembangkan dengan adanya pendidikan atau lingkungan.
Dalam hadits nabi:




“semua anak dilahirkan atas kesucian/kebersihan (dari segala dosa/noda) dan pembawaan beragama tauhid,sehingga ia jelas bicaranya.maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anaknya menjadi yahudi atau nasrani atau majusi,”(HR.Abu ya’lah,altab rani,dan al baihaqi dari aswad bin sari’)
Hadits diatas menerangkan bahw anak dilahirkan dalam keadaan suci atau belum mengetahui apa-apa kecuali bekal potensi dan hereditas yang dibawanya.sedangkan perkembangan selanjutnya itu akan dipengaruhi oleh factor lingkungan atau pendidikan dan orang tua disini sebagai pendidik mempunyai peran atau andil yang sangat pentinng untuk mengarahkan anak kejalan yang mereka kehendaki.
Dewasa ini hampir tidak ada yang menganut teori nativisme, naturalisme, maupun empirisme, mereka lebih condong pada aliran konvergensi.

2.3. Pandangan Islam Terhadap Pendidikan
Dalam ajaran islam pada hakikatnya manusia sebagai kholifah Allah dibumi ini. Manusia mempunyai potensi untuk memahami, menyadari dan kemudian merencanakan pemecahan problem hidup dan kehidupanya, serta bertanggung jawab dalam pemecahan problem tersebut. Dalam kata lain islam menghendaki agar manusia melaksanakan pendidikan diri sendiri secara bertnggung jawab, agar tetap berada dalam kehidupan yang islami.
Pertanyaan-pertanyaan tentang berbagai masalah hidup dan kehidupan manusia memang merupakan tantangan bagi manusia untuk menjawabnya. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menjadi dasar pelaksanaan dan praktek pendidikan. Ketepatan akan jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut akan mampu merumuskan tujuan pendidikan secara tepat dan hal ini akan mengarahkan usaha-usaha kependidikan yang tepat pula.
Agama Islam adalah agama yang universal, yang mengajarkan umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi. Salah satu di antara ajaran tersebut adalah mewajibkan kepada umat Islam untuk melakukan pendidikan. Karena pendidikan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus dipenuhi demi untuk mencapai kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat. Dengan pendidikan itu pula manusia akan mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan untuk bekal kehidupannya. Apabila kita memperhatikan ayat yang pertama kali diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhamma Saw, maka nyatalah bahwa Allah telah menekankan perlunya orang belajar baca tulis dan ilmu pengetahuan.
Firman Allah dalam surat al-Alaq ayat 1-5 :






Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Di samping menekankan pada umatnya untuk belajar, Islam juga menyuruh umatnya untuk mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Islam mewajibkan umatnya untuk belajar dan mengajar, manusia itu sebagai makhluk yang dapat dididik dan mendidik. Banyak ayat al-Quran dan hadits yang menjelaskan hal tersebut, antara lain di dalam surat al-Taubah ayat 122




Artinya : “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.
Sabda Nabi Muhammad Saw :

كُوْنُوْا رَبَّانِيِّيْنَ حُلَمَاءَ فُقَهَاءَ عُلَمَاءَ وَيُقَالُ الرَّبَّانِيُّ الَّذِيْ يُرَبِّ النَّاسَ مِنْ صِغَارِ الْعِلْمِ قَبْلَ كِبَارِهِ
Artinya : “Jadilah kamu pendidik yang penyantun, ahli fikih dan ahli ilmu, disebut pendidik bila seseorang telah mendidik manusia dengan ilmunya sedikit-sedikit lama kelamaan banyak” (HR. Bukhari).
Dalam kesempatan yang lain Nabi SAW juga bersabda:
"Jadilah kamu orang yang 'alim (mengajar ilmu), atau orang yang mencari ilmu, atau orang yang mendengar (ilmu), atau orang yang suka (pada ilmu), dan janganlah kamu jadi pihak kelima, maka rusaklah kamu (Hadits)
III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat di simpulkan bahwa aliran yang sampai sekarang masih di anut oleh masyarakat adalah aliran konvergensi, karena merupakan aliran yang menggabungkan antara aliran nativisme dan empirisme dan juga merupakan aliran yang sempurna.
Sedangkan masyarakat Indonesia mayoritas juga menganut aliran konvergensi.
Menurut pandangan islam pendidikan sangan,amat penting berdasarkan dalil-dalil yang telah di sebutkan di atas tadi.



















DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati.2001.Ilmu Pendidikan.jakarta:PT Rineka Cipta
Effendi, Mukhlisun.2008.Ilmu Pendidikan.Yogyakarta:Nadi Offset
Purwanto, Ngalim.1997.Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
(Tanpa nama).2001.Aliran-aliran Pendidikan,(online).www.Meetabied.wordpress.com, di akses tanggal 21 oktober 2010
(Tanpa nama).2010.Aliran-aliran Pendidikan,(Online).www.medens13.wordpress.com, Di akses tanggal 21 oktober 2010
(Tanpa nama).(tanpa tahun).Aliran-aliran klasik dalam pendidikan,(online).www.scribed.com, di akses tanggal 21 oktober.

Minggu, 21 November 2010

Makalah Psikologi Belajar: Hukum Belajar Kognitivisme

“HUKUM BELAJAR KOGNITIVISME”


MAKALAH

Disusun Untuk
Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ilmu Jiwa Belajar


Dosen Pembimbing:
H. M. Muadz Jamili, M.Pd.I














Disusun Oleh:
-------------------------------------




FAKULTAS TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM “MIFTAHUL ‘ULA”
( S T A I M )
NGLAWAK KERTOSONO NGANJUK
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mulai jaman kuno, sebagian ahli filsafat mencoba untuk merenungkan pikiran dalam usahanya menerapkan apa sebenarnya kegiatan belajar itu. Pemikiran filosofis akhirnya menghasilkan teori belajar yang disebut teori daya (faculty theory of learning).
Abad ke-19 akhir muncul usaha-usaha penelitian mengenai belajar dalam bentuk penelitian percobaan-percobaan dengan hewan, dengan demikian lahirlah teori belajar yang diperoleh dalam eksperimen. Hal ini dirintis oleh Pavlov (terori reflek bersyarat) dan di USA berkembang menjadi terori hubungan S-R dan teori kognitif, lebih lanjut dalam makalah ini akan dibahas tentang hukum belajar kognitifisme sebagai salah satu teori belajar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah awal pertumbuhan teori/hukum belajar kognitifisme?
2. Sebutkan beberapa hukum pokok Gestalt?
3. Bagaimanakah implikasi teori-teori belajar psikologi kognitif?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui awal pertumbuhan teori/hukum belajar kognirifisme.
2. Mengetahui hukum pokok Gestalt.
3. Mengetahui implikasi teori-teori belajar psikologi kognitif.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Awal Pertumbuhan Hukum/Teori Belajar Kognitifisme
Hukum/teori belajar kognitifisme mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar “Gestalt” peletak dasar psikologi Gestalt adalah Mex Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangnya itu kemudian diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, dan Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang “insight” pada simpanse. Kaum Gestalt berpendapat bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan orang yang belajar, mengamati stimulus dalam keseluruhan yang terorganisasi, bukan dalam bagian-bagian yang terpisah tetapi ke dalam pola-pola tertentu.
Suatu konsep yang penting dalam psikologi Gestalt adalah peranan insight atau tilikan dalam pada proses belajar karena dianggap sebagai inti dari belajar. Belajar yang sebenarnya selalulah bersifat tilikan dalam, insightful learning, artinya bahwa belajar itu selalu menggunakan pengertian dari dalam, yakni yang disebut insight. Jadi sumber nomer satu dalam belajar adalah dimengertinya hal apa yang dipelajari. (pemahaman dalam batin)
Menurut pandangan Gestaltis, semua kegiatan belajar menggunakan insight atau pemahaman terhadap hubungan-hubungan, terutama hubungan-hubungan antara bagian dan keseluruhan. Menurut Psikologi Gestalt tingkah kejelasan atau keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan belajar seseorang daripada dengan hukuman dan ganjaran.

B. Hukum Pokok Gestalt
1. Pragnaz. (Jerman)/Pregnance (Inggris): menuju kepada kejelasan. Hukum ini menyatakan bahwa organisasi psikologis selalu cenderung untuk bergerak kearah keadaan penuh arti/kejelasan (pragnanz). Misalanya; jika seseorang mengamati sekelompok obyek, maka orang tadi mengamatinya dalam ati tertentu yang diperoleh ari kesan-kesan obyek yang diamati baik menurut bentuknya, warnannya, ukuran panjangnya, dan lain sebagainya.
2. Hukum kesamaan (the law of similarity): bahwa hal-hal yang sama cenderung untuk membentuk Gestalt, jika ada perangsang pengamatan penglihatan seperti dibawah ini, orang pada umumnya cenderung untuk mengamati (melihat) deretan mendatar sebagai kesatuan (gestalt)

X X X X X X X
O O O O O O O
a a a a a a a

3. Hukum keterdekatan (the law of prozimity): bahwa hal-hal yang saling berdekatan cenderung untuk membentuk kesatuan (Gestalt). Contoh gambar garis-garis ini, a-b, c-d, e-f, g-h akan diamati menjadi kesatuan atau Gestalt.



a b c b e f g h
4. Hukum ketertutupan (the law of closure): bahwa hal-hal yang tertutup cenderung membentuk Gestalt.
5. Hukum kontinyuitas menyatakan, bahwa hal-hal yang kontiyu atau yang merupakan kesinambungan (kontinyuitas) yang baik akan mempunyai tendensi untuk membentuk kesatuan atau Gestalt.

Selain hukum Gestalt diatas, ada beberapa prinsip Gestalt antara lain:
1. Gestalt atau bentuk keseluruhan itu akan ada lebih dahulu dari pada bagian-bagiannya. Keseluruhan itu bersifat primer, sedangkan bagian-bagiannya bersifat sekunder.
2. Bagian-bagian suatu Gestalt mempunyai kedudukan dan hubungan tertentu secara fungsional.
3. Bentuk keseluruhan atau Gestalt mempunyai arti lebih dari hanya bagian-bagiannya.

Dalam perkembangan psikologi Gestalt, para ahli psikologi berpendapat bahwa hukum-hukum dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam bidang pengamatan itu akan berlaku juga dalam bidang belajar dan berfikir. Karena apa-apa yang dipelajari dan difikirkan itu bersumber dari apa yang dikenal melalui fungsi pengamatan. Belajar dan berfikir merupakan kegiatan-kegiatan manusia yang pada hakikatnya adalah melakukan pengubahan struktur kognitif yakni susunan yang diketahui.

C. Implikasi Teori-teori Belajar Psikologi Kognitif
Ahli psikologi belum puas dengan penjelasan yang terdahulu (stimulus-response-reinforcement). Mereka berpendapat bahwa tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi yaitu suatu perbuatan mengetahui atau perbuatan situasi dimana tingkah laku itu terjadi, tiga tokoh penting pengembang teori psikologi kognitif, yaitu:
1. Piaget, yang mengemukakan tentang perkembangan kognitif anak sesuai dengan perkembangan usia (kognitive developmental perpective). Strategi belajar yang dikembangkan oleh piaget menekankan pada transmisi pengetahuan melalui metode ceramah diskusi dan mendorong guru untuk bertindak sebagai katalisator dan siswa belajar sendiri. Tujuan pendidikan bukanlah meningkatkan jumlah pengetahuan, tetapi meningkatkan kemungkinan bagi anak untuk menemukan dan menciptakan sendiri.
2. Bruner, yang mengembangkan psikologi kognitif dengan menemukan metode belajar discovery. Yaitu dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda dengan reception learning atau expositoty teaching, dimana guru menerangkan semua informal dan murid harus mempelajari semua bahan/informasi itu. Menurut Taba, perbuatan discovery adalah dimana siswa berusaha memecahkan problem dengan menggunakan pengetahuannya, melihat fenomena-fenomena, menghubungkan pengetahuan yang sebelumnya.
3. Ausabel, yang berpendapat: jika pengetahuan disusun dan disajikan dengan baik, siswa akan dapat belajar dengan efektif melalui buku teks dan metode-metode ceramah.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
 Teori belajar kognitifisme mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt yakni peranan isight atau pemahaman terhadap hubungan-hubungan antara bagian-bagian dan keseluruhan dalam proses belajar.
 Hukum pokok Gestalt
1. Pragnaz
2. Kesamaan
3. Keterdekatan
4. Ketertutupan
5. Kontiyuitas
 Dari teori dan penyelidikan tentang belajar diatas dapat diketahui bahwa metode yang efektif tergantung pada tujuan instruksionalnya. Sifat dan kecakapan murid, minat dan kecakapan guru di dalam mengajar (strategi mengajar).







DAFTAR PUSTAKA


Masykur, Ali. 1996. Program Ilmu-Ilmu Sosial. Nganjuk : Adi Cipta.

Jumat, 12 November 2010

Makalah Filsafat Islam: Filsafat Al-Mutawahhid Ibnu Bajjah

FALSAFAH AL-MUTAWAHHID
IBNU BAJJAH

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Matakuliah
FILSAFAT ISLAM

Dosen Pembina: Drs. Amiruddin, M. Ag










Oleh:
SEMESTER: II



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM "MIFTAHUL 'ULA"
(STAIM)
FAKULTAS TARBIYAH, PRODI S-1 PAI
NGLAWAK-KERTOSONO
Juli, 2009
BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Sudah tidak asing lagi tentang istilah falsafah atau filsafat di dalam dunia Islam. Karena sejak masa tabi-et tabie-in telah munculnya ajaran-ajaran yang dipakai dalam pola pikir filsafat, yakni rasionalisme. Dimulai dengan filosof pertama Islam yang membuka jalan bagi filsafat di dunia Isla, yakni Al Kindi, kemudian di teruskan oleh para filosof berikutnya.
Filsafat Al Mutawahhid merupakan salah satu ajaran yang ada yang dicetuskan oleh seorang filosof muslim, Ibnu Bajjah. Beliau yang merupakan salah satu dari sekian banyak filosof muslim yang mengibarkan bendera rasio dan berpikir sedalam-dalamnya sebagai salah satu bentuk syukur kepada Allah SWT. Untuk mengetahui tentang ajaran-ajaran filsafat Ibnu Bajjah, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai hal tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dari Ibnu Bajjah??
2. Apa saja karya-karya dari Ibnu Bajjah??
3. Apa saja pemikiran-pemikiran dari Ibnu Bajjah, utamanya filsafat Al Mutawahhid??

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah singkat Ibnu Bajjah
2. Untuk mengetahui Ibnu Bajjah karya-karya dari Ibnu Bajjah
3. Untuk mengetahui pemikiran-pemikiran dari Ibnu Bajjah, utamanya filsafat Al Mutawahhid.

BAB II
Falsafah Al Mutawahhid
IBNU BAJJAH


A. RIWAYAT HIDUP IBNU BAJJAH
Terlahir dengan nama Abubakar Muhammad ibn Al-Shaigh, di Saragossa Spanyol menjelang akhir abad ke-5 H/ IX M. Orang-orang eropa pada abad-abad pertengahan menamai Ibnu Bajjah dengan “Apempace”. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, demikian juga masa kecil dan masa mudanya. Sejauh yang tercatat oleh sejarah bahwa ia hidup di Serivlle, Granada dan Fez.
Di Fez ia diangkat menjadi pejabat tinggi (wazir) oleh Gubernur Abubakar bin Yahya ibn Yusuf Ibn Tasyifin. Ia menjabat selama dua puluh tahun berkat kemampuan dan pengetahuannya. Menurut satu riwayat, ia meninggal di Fez karena diracun oleh seorang dokter bernama Ibn Zuhr yang merasa iri terhadap kecerdasan, ilmu dan ketenarannya.
Ibnu Bajjah adalah seorang filosof Islam Barat yang pertama mempelajari Filsafat Al-Farabi dan Aristoteles. Dan para ahli sejarah memandangnya sebagai orang yang berpengetahuan luas dan mahir dalam berbagai ilmu. Bahkan Fath ibn Khaqan yang telah menuduh Ibnu Bajjah sebagai ahli bid’ah dan mengecamnya dengan pedas dalam karyanya “Qalaid al-Iqyan” pun mengakui akan keluasan pengetahuannya dan tidak meragukan ke-amat pandaiaannya. Karena menguasai sastra, tatta bahasa dan filsafat kuno sertailmu yang lain, oleh tokohtokoh sezamannya ia disejajarkan dengan al-Syaikh al-Rais Ibnu Sina.

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, Ibnu Bajjah adalah juga seorang yang ahli dalam teori dan praktek ilmu-matematika, terutama ilmu astronomi dan musik, mahir dalam ilmu pengobatan dan tekun dalam studi-studi spekulatif seperti logika, Filsafat alam dan metafisika.
Disamping itu ia juga adalah seorang pemikir golongan perguruan Aristoteles dan menekankan, bahwa sekiranya seseorang melatih penalarannya secara sempurna, amaka ia akan sampai kepada kebenaran meskipun tanpa bantuan wahyu atau perantara lainnya. Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa manusia dengan berpikir sendiri (berFilsafat) akan sanggup memahami dirinya sendiri dan memahami (makrifat) akal yang tertinggi, yaitu Yang Maha Kuasa. Atas dasar ini ia sangat enggan terhadap haluan anti-rasional dari al Ghazali yang menetapkan bahwa ilham (pengetahuan yang diperoleh langusng dari Tuhan) merupakan pengetahuan yang paling penting dan paling dipercaya.
Banyak ahli pikir yang sezaman dengan Ibnu Bajjah secara jujur mengakui dan menghargai akan kepandaian dan keluasan pengetahuannya. Dan tidak terkecuali kedua murid beliau, yaitu Abu al-Hasan Ali Ibn al-Imam dan Ibnu Tufail mengomentari dan memberikan pujian-pujian yang luar biasa terhadap Ibnu Bajjah. Ibnu al-Imam menganggap bahwa Ibnu Bajjah merupakan orang pertama yang mampu membuka rahasia karya-karya folosofis yang diimport dari Timur ke Spanyol pada zaman al-Hakam II. Sebelum Ibnu Bajjah, menurut Ibnu al-imam karya-karya tersebut masih tetap merupakan rahasia.
Demikian juga Ibnu Tufail, pengarang roman filosofis “Hayy Ibn Yaqzan’ seorang filosof lebih muda yang hidup sejaman dengan Ibnu Bajjah, menyebut Ibnu Bajjah secara khusus dalam karya roman tersebut dan melukiskannya sebagai orang yang memiliki pikiran tajam dan pandangan yang lebih akurat atau wawasan yang lebih luas dibanding dengan pendahulu-pendahulunya atau orang-orang yang sezaman.


B. KARYA-KARYANYA
Sebagai seorang ilmuwan dan filosof, Ibnu Bajjah telah banyak menulis karya-karya, baik besar maupun kecil. Di antara karya-karya tersebut ialah :
• Beberapa risalah dalam ilmu logika sebagai penjelasan terhadap risalah-risalah al Farabi dalam masalah logika. Karya ini ditulis pada tahun 667 H/1307 M di Seville, dan samapai sekarang masih tersimpan di perpusakaan Escurial, Spanyol.
• Risalah tentang Jiwa (Kitaab al-Nafs).
• Risalah al-Ittishal, yaitu yang membahas tentang pertemuan manusia dengan akal fa’al.
• Risalah al-Wada’, berisi uraian tentang penggerak pertama bagi manusia dan tujuan sebenarnya bagi wujud manusia dan alam.
• Beberapa risalah tentang ilmu falak dan ketabiban.
• Risalah Tadbir al-mutawahhid
• Beberapa ulasan terhadap buku-buku filsafat dari Aristoteles, al-Farabi dan Porphyrius
Diantara karangan-karangan ibnu Bajjah yang paling penting ialah Risalah”Tadbir al-Mutawahhid” yang membicarakan usaha-usaha orang yang menjauhi segala macam keburukan masyarakat yang disebut “mutawahhid” atau “penyendiri”. Meskipun risalah itu tidak ada, Musa al-Marbuni telah menganalisisnya secara seksama, sehingga memungkinkan kita untuk mendapatkan gambaran tentang usaha si penyendiri tersebut untuk dapat bertemu dengan akal fa’al (akal aktif). Dan pada dasarnya, baik dalam risalah tentang perhubungan (Ittishal al’aql di al-insan), Ibnu Bajjah mencoba untuk mengembangkan tema-tema klasik tentang gerak maju intelektual dari keadaan potensialitas ke dalam keadaan aktualitas dan ‘kontak’ terakhir akal ‘perolehan’ dengan akal aktif yang hanya menjadi hak istimewa dari sebagian kecil manusia yang mampu mencapainya.
C. PEMIKIRANNYA
Bila al-Kindi, al Farabi dan Ibnu Sina, ketiga-tiganya merupakan tokoh pemuka filsafat di dunia Timur Islam, maka Ibnu Bajjah bersama Ibnu Tufail dan Ibnu Rusyd merupakan filosof-filosof Islam yang paling terkenal di negeri islam Barat. Oleh karena penelitian ilmiyah di Timur lebih awal daripada Barat, maka ahli filsafat Andalus mengikuti sebagian contoh ialah Ibnu Bajjah dan Ibnu Tufail mengikuti langkah al Farabi dan Ibnu Sina.
Di antara pemikiran-pemikiran kefilsafatan Ibnu Bajjah ialah :
a. Teori al-Ittishal
Dalam teori ini Ibnu Bajjah berpendapat, bahwa manusia pada prinsipnya mampu untuk berhubungan dan meleburkan diri dengan akal faal melalui perantaraan ilmu dan pertumbuhan kekuatan insaniyahnya. Segala keutamaan dan perbuatan budi pekerti mendoring kesanggupan ilmu yang berakal, serta penguasannya terhadap nafsu hewani.
Untuk sampai kepada tujuan tersebut manusia harus melepaskan diri dari keburukan-keburukan masyarakat dan menyendiri serta dapat memakai kekuatan pikiran untuk memperoleh pengetahuan dan ilmu sebesar mungkin. Juga seseorang dapat memenangkan segi pikiran pada dirinya atas pikiran hewaninya.
Lebih lanjut beliau menyarankan, bahwa untuk menapai kedekatan dengan Tuhan manausi ahrus melakukan tiga hal : 1). Membuat lidah selalu mengigat Tuhan dan memuliakannya, 2) membuat organ-organ tuhan bertindak sesuai dengan wawasan fikiran, dan 3). Menghindari segala yang membuat lalai mengingat Tuhan atau membuat hati berpaling dari-Nya. Boleh jadi kita akan mengira bahwa Ibnu Bajjah meminta kepada seseorang untuk menjauhi masyarakat sama sekali, yaitu uzlah (penyendirian) seperti yang diperintahkan orang-orang sufi. Akan tetapi sebenarnya uzlah yang dikemukakan oleh Ibnu Bajjah bukanlah menjauhi manusia, melainkan tetap juga berhubungan dengan masyarakat.
Hanya saja ia harus selalu bisa menguasai dirinya dan hawa nafsunya dan tidak terbawa leh arus keburukan-keburukan kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, ia harus berpusat pada dirinya sendiri dan selalu merasa bahwa dirinya sendiri anutan dan pembuat aturan-aturan bagi masyarakat, bukan justru tenggelam di dalam keburukan-keburukan masyarakat.
Bagi Ibnu Bajjah, tiap-tiap orang mampu menempuh jalan tersebut, dan tidak ada yang menghambatnya, kecuali peremahannya terhadap dirinya sendiri dan ketundukannya terhadap keburukan-keburukan masyarakat. Kalau sekiranya tiap-tiap orang bisa meninggalkan sikap tersebut, tentulah masyarakat manusia keseluruhannya bisa mencapai kesempurnaan. Akan tetapi menurut Ibnu Bajjah hanya penyendiri saja yang dapat mencapai tingkat akal mastafad, yaitu akal yang sudah menerima pengetahuan dari akal fa’al.

b. Epistimologi
Ibnu Bajjah telah memberi corak baru terhadap filsafat Islam Barat dalam teori makrifat (epistimologi, pengetahuan) yang berbeda dengan corak yang telah dibentuk dan diberikan al-Ghazali di dunia Islam timur sepeninggal filosof-filosof Islam. Permasalahannya adalah, bahwa menurut al-Ghazali, ilham adalah sumber pengetahuan yang paling penting dan paling dapat dipercaya.
Setelah Ibnu Bajjah datang, ia menolak teori tersebut dan menetapkan bahwa seseorang dapat mencapai puncak makrifat dan meleburkan diri pada akal fa’al jika ia telah dapat melepaskan diri dari keburukan-keburukan masyarakat dan menyendiri serta dapat mempergunakan kekuatan akalnya untuk memperoleh pengetahuan dan kecerdasan yang lebih besar.
Juga seseorang dapat memenangkan segi pikiran pada dirinya atas pikiran hewaninya. Ibnu Bajjah menjelaskan lebih lanjut bahwa masyarakat umum bisa mengalahkan perseorang. Masyarakat bisa mengalahkan daya kemampuan berpikir perseorangan dan mengahalanginya untuk mencapai kesempurnaan.
c. Moral
Tujuan Manusia hidup di dunia ini, kata ibn bajjah, adalah untuk memperoleh kebahagiaan. Untuk itu, diperlukan usaha yang bersumber pada kemauan bebas dan pertimbangan Akal dan jauh dari nafsu Hewani. Lebih jauh ibn bajjah mengelompokkan perbuatan manusia kepada Perbuatan Hewani dan Perbuatan Manusiawi. Watak sejati manusia pada hakikatnya bersifat Intelektual, yang merupakan karakteristik semua bentuk spiritual. Dan hanya “manusia spiritual” inilah yang benar-benar dapat menenyal kebahagiaan.
Ibn bajjah menyatakan bahwa kemajuan Intelektual bukanlah semata-mata atas usaha manusia, tetapi disempurnakan oleh Tuhan dengan memasukkan cahaya ke dalam Hati. Pemikiran ibn bajjah tersebut, menurut Al Hanafi nampaknya telah mempengaruhi Immanuel Kant, meskipun Knt telah menambah pemikiran-pemikiran baru yang menyebabkan ia lebih maju dari ibn bajjah .

d. Politik
Dalam kedudukannya sebagai seorang filosof besar pada zamannya, ternyata Ibnu Bajjah juga mempunyai kecenderungan dalam masalah-masalah politik. Hal ini terbukti dengan sampainya Ibnu Bajjah pada jenjang wazir pada masa pemerintahan Gubernur Abubakar Ibn Yahya ibn Yusuf ibn Tasyifin dan menduduki jabatan tersebut selama lebih kurang dua puluh tahun.
Ibnu Bajjah sempat menulis sejumlah risalah kecil mengenai teori-teori politik, terutama tentang pemerintahan Dewan-Negara dan pemerintahan negara kota. Dalam tulisan-tulisannya, kelihatannya ibnu Bajjah sangat setuju dengan teori politik al- Farabi. Misalnya ia menerima pendapat al Farabi yang membagi negara menjadi negara sempurna dan yang tidak sempurna.
Dia juga setuju dengan anggapan bahwa individu yang berbeda dari sebuah bangsa memiliki watak yang berbeda pula, sebagian mereka lebih suka memerintah dan sebagian yang lain lebih suka diperintah. Tetapi Ibnu Bajjah sendiri dalam kenyatannya mermberikan tambahan-tambahan terhadap teori-teori dan sistem al farabi.
Sebagai contoh, ketika ia membicarakan tentang pemerintah yang memerintah secara sendirian (mutawahhid), ia berpendapat bahwa pemeritah tersebut harus selalu berada lebih tinggi dari orang-orang lain. Dan meskipun menghindari orang lain itu sendiri tidak diinginkan, namun Ibnu Bajjah menasehati agar pemerintah tersebut menemui masyarakatnya pada beberapa kesempatan terentu dan dalam waktu sebentar saja. Tindakan ini dimaksudkan untuk mencapai kesempurnaan.
Selain dari itu, dalam sistem al-Farabi dan Ibnu Bajjah, konstitusi harus disusun oleh kepala negara yang telah disamakan oleh al Farabi dengan seorang Nabi atau imam. Ibnu Bajjah tidak menyebutkan identitas ini secara terperinci, tetapi secara tidak langsung ia setuju dengan pendapat al Farabi ketika ia menyatakan bahwa manusia tidak akan mencapai kesempurnaan kecuali lewat ajaran yang dibawa oleh para rasul dari tuhan, yaitu hukum Tuhan atau Syari’ah. Mereka yang mengikuti petunjuk Tuhan tidak akan sesat.


BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN
Dari uraian-uaian di atas dapat disimpulkan bal-hal sebagai berikut :
1. Ibnu Bajjah merupakan filosof Islam Barat yang pertama mempelajari Filsafat al-Farabi dan Aristoteles
2. Dalam pemikiran-pemikiran kefilsafatan, Ibnu Bajjah banyak sesuai dan sependapat dengan teori-teori al Farabi, terutama tentang logika, fisika, metafisika dan teori-teori kenegaraan, walaupun Inbu Bajjah sendiri banyak memberikan tambahan-tambahan terhadap teori-teori tersebut.
3. Tentang teori makrifat (epistimologi), pendapat Ibnu Bajjah sangat bertolak belakang dengan Al-Ghazali.
4. Menurut Ibnu Bajjah, untuk mencapai kesempurnaan, meraih martabat tinggi dan mencapai puncak makrifat serta meleburkan diri dengan akal fa’al, seseorang harus melepaskan diri dari dengan akal fa’al, seseorang harus melepaskan diri dari keburukankeburukan masyarakat dan menyendiri (mutawahhid).

DAFTAR PUSTAKA




1. Prof. Dr. Sirajuddin Dzar,MA. 2004. Filsafat Islam . Jakarta: Raja Grafindo Persada.

2. A. Hanafi, 1976. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

3. Http://Blog-Indonesia.Com/Blog-Archive-9987-19.Html

Rabu, 10 November 2010

Makalah Ilmu Pendidikan Islam: Komponen Dasar Pendidikan Islam

KOMPONEN DASAR PENDIDIKAN ISLAM


MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah
Ilmu Pendidikan Islam

Dosen Pembimbing:
Drs. Arif AM, MA













Oleh:
Wahyu Irvana
Sunardi
Semester V-B



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM “ MIFTAHUL ‘ULA ”
( S T A I M )
JURUSAN TARBIYAH PRODI S-1 PAI
Nglawak Kertosono Nganjuk
Oktober 2010
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan, bagaimanapun juga merupakan hal yang paling urgen dalam kehidupan manusia. Pendidikan dari era dulu hingga kini tetap merupakan hal yang harus diprioritaskan melebihi yang lain.
Tak berbeda juga dengan pendidikan Islam. Islam telah memerintahkan manusia, utamanya kaum muslimin, untuk mencari ilmu mulai dari buaian hingga liang lahat. Maka dari itu pendidikan merupakan hal urgen dalam Islam, di mana mulai Rasulullah SAW hidup pun, pendidikan merupakan hal utama yang harus diperhatikan oleh setiap kaum muslimin. Pemdidikan Islam pun tentunya mempunyai bagian atau komponen yang berkait satu sama lainnya. Maka dari itu dalam makalah ini akan dibahas tentang komponen pendidikan Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari pendidikan Islam?
2. Apa saja komponen dasar dalam pendidikan Islam?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui komponen-komponen yang ada dalam pendidikan Islam.

KOMPONEN DASAR PENDIDIKAN ISLAM


A. PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM
Untuk mengetahui pendidikan lebih jelas, maka kita uraikan terlebih dahulu pendidikan definisi secara umum.
Dalam Dictionary of Education dijelaskan bahwa pendidikan adalah:
a. Proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah lainnya dalam masyarakat di mana dia hidup.
b. Suatu proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol, sehingga seseorang dapat memperoleh dan mengalami perkembangan kemampuan individual dan sosial secara optimal.
Pengertian pendidikan menurut para ahli
a. Langeveled
Pendidikan adalah usaha, pengaruh dan perlindungan yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak supaya cakap di dalam melaksanakan tugas hidupnya.
b. J.J. Rousseau
Pendidikan adalah memberi kita pembekalan uang tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi dibutuhkan pada waktu dewasa.
c. Ki Hajar Dewantara
Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak agar mereka sehingga anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan adan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

d. Dwikara
Pendidikan adalah pemanusiaan manusia/mengangkat manusia ke taraf insani.
Pengertian pendidikan menurut UU
UU Sisdiknas tahun 1989
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan bagi peranannya di masa akan datang.
UU No. 20 tahun 2003
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya untuk masyarakat, bangsa, bangsa dan negara.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu upaya atau proses mempercepat perkembangan manusia untuk kemampuan mengemban tugas dan beban hidup, sebagai kodrat manusia yang memiliki pikiran, yakni manusia yang dapat terdidik dan mendidik.
Pengertian Pendidikan Islam
H. Haidar Putar Daulay
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani maupun rohani
Marimba
Pendidikan Islam adalah adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam, menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.


Dari pengertian pendidikan maupun pendidikan Islam di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pendidian Islam adalah usaha sadar untuk mengarahkan peserta didik menjadi pribadi muslim yang kamil dan berasaskan Islam.
Pendidikan Islam merupakan hal yang terintegrasi dan tak dapat dipisahkan dari ajaran Islam sendiri. Konsep ilmu dalam Islam-sebagai salah satu unsur pendidikan-hendaknya mengacu kepada lingkungan dan kebutuhan masyarakat . Karena itu harus bersifat applicable. Hal ini dapat dilacak dari beragamnya pengetahuan yang diberikan Allah kepada para nabi dan umat mereka, misalnya, Nuh (as) mendapatkan pengetahuan tentang pembuatan bahtera (surat Hud, 11:37), Daud diberi pengetahuan tentang pembuatan baju besi (surat al-Anbiya’, 21:80), umat Nabi Shaleh memiliki keahlian memahat gunung untuk dijadikan tempat tinggal (surat al-Hijr, 15:82).

B. KOMPONEN DASAR PENDIDIKAN ISLAM
Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang meiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat diaktan bahwa untuk berlangsungnya proses kerja pendidikan diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut.
Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan atau terlaksananya proses mendidik minimal terdiri dari 4 komponen, yaitu 1) tujuan pendidikan, 2) peserta didik, 3) pendidik, 4) isi pendidikan dan 5) konteks yang mempengaruhi suasana pendidikan. Berikut akan diuraikan satu persatu komponen-komponen tersebut.

1. Tujuan Pendidikan
Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dan atau pendidik maupun guru ialah menanamkam sistem-sistem norma tingkah-laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan danpendidik dalam suatu masyarakat .
Adapun tujuan pendidikan Islam itu sendiri identik dengan tujuan Islam sendiri. Tujuan pendidikan Islam adalah memebentuk manusia yang berpribadi muslim kamil serta berdasarkan ajaran Islam. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah QS. Ali Imran ayat 102.
Mengenai tujuan pendidikan, menurut Klaus Mollenhaver yang memunculkan “Teori Interaksi” menyatakan bahwa “di dalam pendidikan itu selalu ada (dijumpai) mengenai masalah tujuan pendidikan”.
2. Peserta Didik
Sehubungan dengan persoalan anak didik disekolah Amstrong 1981 mengemukakan beberapa persoalan anak didik yang harus dipertimbangkan dalam pendidikan. Persoalan tersebut mencakup apakah latar belakang budaya masyarakat peserta didik ? bagaimanakah tingkat kemampuan anak didik ? hambatan-hambatan apakah yang dirasakan oleh anak didik disekolah ? dan bagaimanakah penguasaan bahasa anak di sekolah ?
Berdasarkan persoalan tersebut perlu diciptakan pendidikan yang memperhatikan perbedaan individual, perhatian khusus pada anak yang memiliki kelainan, dan penanaman sikap dan tangggung jawab pada anak dididk.



3. Pendidik
Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik. Terdapat beberapa jenis pendidik dalam konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak terbatas pada pendidikan sekolah saja.. Guru sebagai pendidik dalam lembaga sekolah, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, dan pimpinan masyarakat baik formal maupun informal sebagai pendidik dilingkungan masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas Syaifullah (1982) mendasarkan pada konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang termasuk kategori pendidik adalah 1) orang dewasa, 2) orang tua, 3) guru/pendidik, dan 4) pemimpin kemasyarakatan, dan pemimpin keagamaan.
Orang Dewasa
Orang dewasa sebagai pendidik dilandasi oleh sifat umum kepribadian orang dewasa , yakni: (1) manusia yang memiliki pandangan hidup prinsip hidup yang pasti dan tetap, (2) manusia yang telah memiliki tujuan hidup atau cita-cita hidup tertentu, termasuk cita-cita untuk mendidik, (3) manusia yang cakap mengambil keputusan batin sendiri atau perbuatannya sendiri dan yang akan dipertanggungjawabkan sendiri, (4) manusia yang telah cakap menjadi anggota masyarakat secara konstruktif dan aktif penuh inisiatif, (5) manusia yang telah mencapai umur kronologs paling rendah 18 th, (6) manusia berbudi luhur dan berbadan sehat, (7) manusia yang berani dan cakap hidup berkeluarga, dan (8) manusia yang berkepribadian yang utuh dan bulat.
Orang Tua
Kedudukan orang tua sebgai pendidik, merupakan pendidik yang kodrati dalam lingkungan keluarga. Artinya orang tua sebagai pedidik utama dan yang pertama dan berlandaskan pada hubungan cinta-kasih bagi keluarga atau anak yang lahir di lingkungan keluarga mereka.
Guru/Pendidik di Sekolah
Guru sebagai pendidik disekolah yang secara lagsung maupun tidak langsung mendapat tugas dari orang tua atau masyarakat untuk melaksanakan pendidikan. Karena itu kedudukan guru sebagai pendidik dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan baik persyaratan pribadi maupun persyaratan jabatan. Persyaratan pribadi didasrkan pada ketentuan yang terkait dengan nilai dari tingkah laku yang dianut, kemampuan intelektual, sikap dan emosional. Persyaratan jabatan (profesi) terkait dengan pengetahuan yang dimiliki baik yang berhubungan dengan pesan yangingin disampaikan maupun cara penyampainannya, dan memiliki filsafat pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pemimpin Masyarakat dan Pemimpin Keagamaan
Selain orang dewasa, orang uta dan guru, pemimpin masyarakat dan pemimpin keagamaan merupakan pendidik juga. Peran pemimpin masyarakat menjadi pendidik didasarkan pada aktifitas pemimpin dalam mengadakan pembinaan atau bimbingan kepada anggota yang dipimpin. Pemimpin keagaam sebagai pendidik, tampak pada aktifitas pembinaan atau pengembangan sifat kerokhanian manusia, yang didasarkan pada nilai-nilai keagamaan.
4. Isi Pendidikan
Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi/bahan yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal. Isi pendidikan berkaitan dengan tujuan pendidikan, dan berkaitan dengan manusia ideal yang dicita-citakan.
Untuk mencapai manusia yang ideal yang berkembang keseluruhan sosial, susila dan individu sebagai hakikat manusia perlu diisi dengan bahan pendidikan.
Macam-macam isi pendidikan tersebut terdiri dari pendidikan agama., pendidikan moril, pendidikan estetis, pendidikan sosial, pendidikan civic, pendidikan intelektual, pendidikan keterampilan dan peindidikan jasmani.
5. Konteks yang Memepengaruhi Suasana Pendidikan
Lingkungan
Lingkungan pendidikan meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak membatasi pendidikan pada sekolah saja. Lingkungan pendidikan dapat dikelompokkan berdasarkan lingkungan kebudayaan yang terdiri dari lingkungan kurtural ideologis, lingkungan sosial politis, lingkungan sosial.
Sarana
Sarana atau media pendidikan berguna untuk membantu dalam proses pendidikan sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan.
Metode
Metode dimaksudkan sebagai jalan dalam sebuah transfer nilai pendidikan oleh pendidik kepada peserta didik. Oleh karena itu pemakaian metode dalam pendidikan Islam mutlak dibutuhkan.
Sistem/Kurikulum
Sistem pembelajaran yang baik akan semakin menambah peluang untuk berhasilnya sebuah pendidikan.
Keseluruhan komponen-komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.








PENUTUP

Kesimpulan
Dari pengertian pendidikan maupun pendidikan Islam di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pendidian Islam adalah usaha sadar untuk mengarahkan peserta didik menjadi pribadi muslim yang kamil dan berasaskan Islam.
Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan atau terlaksananya proses mendidik minimal terdiri dari 4 komponen, yaitu 1) tujuan pendidikan, 2) peserta didik, 3) pendidik, 4) isi pendidikan dan 5) konteks yang mempengaruhi suasana pendidikan, yakni lingkungan, sarana, metode dan sistem atau kurikulum pendidikan.

REFERENSI




1. Udin Syaefudin dan Abin Syamsudin Makmun. 2005. Perencanaan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

2. Pidarta, Made. 2000. Landasan Kependidikan. Jakarta: aneka Cipta.

3. UU SISDIKNAS 1989

4. UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS

5. Http://Udhiexz.Wordpress.Com/2008/04/12/Ilmu-Pendidikan-Dalam-Perspektif-
Slam/

6. Nur Uhbiyati., Ilmu Pendidikan Islam., CV. Pustaka Setia., Bandung, 1998

Senin, 08 November 2010

Makalah Ilmu Pendidikan: Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia

PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
DI INDONESIA


MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah
ILMU PENDIDIKAN


Dosen Pembimbing :
Dra. Hj. Luluk Indarinul Mufidah, M. Pd.I

















Oleh:


Semester IV-B






SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM “MIFTAHUL ‘ULA”
( STAIM )
FAKULTAS TARBIYAH PRODI S1-PAI
Nglawak – Kertosono - Nganjuk
Juni 2010

PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
DI INDONESIA


A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan atau dalam bahasa Inggris, education, DAN dalam bahasa latin educere berarti memasukkan sesuatu, yang maksudnya memasukkan ilmu ke kepada orang. (Langgulung, 2003 : 2).
Dalam bahasa Arab digunakan beberapa istilah yaitu :
"Dan Dia (Allah) mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!" (QS. Al-Baqoroh : 31)
1. Pengertian pendidikan menurut para ahli
a. Langeveled
Pendidikan adalah usaha, pengaruh dan perlindungan yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak supaya cakap di dalam melaksanakan tugas hidupnya.
b. J.J. Rousseau
Pendidikan adalah memberi kita pembekalan uang tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi dibutuhkan pada waktu dewasa.
c. Ki Hajar Dewantara
Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak agar mereka sehingga anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
d. Dwikara
Pendidikan adalah pemanusiaan manusia/mengangkat manusia ke taraf insani.
e. Jhon Dewey
Pendidikan adalah proses pembentukan percakapan yang fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam sesama manusia.



f. Marimba
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik dalam pementukan jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
2. Pengertian pendidikan menurut UU
a. UU Sisdiknas tahun 1989
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan bagi peranannya di masa akan datang.
b. UU No. 20 tahun 2003
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya untuk masyarakat, bangsa, bangsa dan negara.

B. Tujuan Pendidikan di Indonesia
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) No. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan pasal 26 ayat 1 disebutkan pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar :
a. Kecerdasan
b. Pengetahuan
c. Kepribadian
d. Akhlak mulia
e. Ketrampilan untuk hidup mandiri
f. Mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Dalam filsafat pendidikan Indonesia, tujuan pendidikan yaitu pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang diwarnai oleh sila-sila pancasila. Tujuan ini mengoperasionalkan manusia Indonesia seutuhnya dan juga mengoperasionalkan wujud sila-sila pancasila dalam diri peserta didik secara detail. Agar satu persatu dapat ditanamkan melalui proses belajar-mengajar, juga perlu dijelaskan kaitan antara sila-sila pancasila dengan norma yang berlaku di masyarakat Indonesia serta isi ajaran-ajaran agama di Indonesia agar dapat ditanamkan pada diri peserta didik.
Salah satu di antara para ahli adalah Paulo Friere. Ia mengemukakan bahwa hendaklah pendidikan itu membuat manusia menjadi transitif yaitu suatu kemampuan menangkap dan menanggapi masalah-masalah lingkungan serta mampu berdialog, tidak hanya dengan sesama tetapi juga dengan dunia beserta segala isinya, dan juga harus mampu membekali manusia kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap kecenderungan semakin kuatnya kebudayaan industri, walaupun kebudayaan itu dapat menaikkan standar hidup manusia.
(pidarta, 2007 : 18).
Tujuan pendidikan di Indonesia seperti telah dibahas sebelumnya, ialah untuk membentuk manusia seutuhnya, dalam arti berkembangnya potensi-potensi individu secara berimbang, optimal dan terintegrasi. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan baik, sudah tentu harapan-harapan para ahli yang dilukiskan di atas bisa tercapai. Sebab tujuan pendidikan inipun mengembangkan potensi-potensi individu seperti apa adanya. Dengan kata lain, secara konsep atau dokumen tujuan pendidikan Indonesia tidak berbeda secara berarti dengan tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh para ahli pendidikan di dunia.

C. Lembaga-Lembaga Pendidikan di Indonesia
Lembaga pendidikan di Indonesia dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Lembaga pendidikan jalur formal
Yaitu jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang.
a. Lembaga pendidikan pra sekolah (PAUD)
b. Lembaga pendidikan dasar (SD dan SMP atau yang sederajat)
c. Lembaga pendidikan menengah (SMA dan SMK atau yang sederajat)
d. Lembaga pendidikan tinggi
2. Lembaga pendidikan jalur nonformal
Yaitu jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
3. Lembaga pendidikan jalur informal pada keluarga dan masyarakat.


D. Pendidikan di Indonesia
Secara lebih terperinci, kondisi sitem pendidikan nasional dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Kurikulum
Kurikulum pendidikan nasional yang berlaku saat ini adalah kurikulum KTSP yang telah dimodifikasi sesuai dengan perkembangan zaman. Namun selain diupayakan untuk meningkatkan angka partisipasi, pendidikan juga dituntut untuk memperhatikan peningkatan mutu dan relevansi. Peningkatan mutu pendidikan selama ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan. (Jalal, 2001 : 21). Penyebabnya adalah mutu dan distribusi guru yang masih belum memadai, kurang-kurangnya sarana dan prasarana pendidikan kurikulum yang belum memadai dan lingkungan pendidikan yang belum mendukung.
2. Tenaga pendidikan
Profesionalisme dan kesejahteraan guru merupakan komponen vital dalam menjamin mutu pendidikan sesuai dengan perkembangan IPTEK, maka tuntutan kompetensi guru mengalami penyesuaian, kualifikasi pendidikan guru SD/MI harus S-1.
Dengan kata lain, sebagian guru di Indonesia saat ini masih :
a. Kurang memiliki bekal pengetahuan
b. Belum mendapat penghargaan berupa intensif yang layak
c. Belum mendapat perlindungan profesi
d. Belum mendapat peluang karier
3. Dualisme pengelolaan pendidikan
Pendidikan nasional terlalu sentralistik di satu pihak, namun di pihak yang lain penerapan desentralisasi pengelolaan pendidikan menjadi masalah rumit yang belum terpecahkan sampai sekarang, yaitu adanya berbagai lembaga yang mengelola pendidikan yang terdiri atas pemerintah daerah dan lembaga sektoral. (Jalal, 2001 : 23)
Pemerintah daerah bertanggung jawab atas personal, dana dan sarana fisik sekolah, sedangkan mutu pendidikan menjadi tanggung jawab lembaga sektoral. Dualisme tersebut membuat sekolah tidak dapat mengembangkan dirinya secara optimal.


4. Profesionalisme pengelola pendidikan
Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh ditjen pembangunan daerah Depdagri, sebagian besar kepala dinas adalah Sarjana Hukum dan sarjana dengan disiplin ilmu nonpendidikan. Mengingat desentralisasi pendidikan lebih berbasis di kabupaten/kota, maka peran dinas pendidikan akan semakin meningkat.
Hasil pemetaan itu dijadikan dasar dalam pembangunan gedung sekolah, bahwa unit sekolah baru hanya dibangun di daerah-daerah yang memang memerlukan, dengan tidak mematikan sekolah-sekolah swasta.
5. Managemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah
Mulai dewasa ini, secara bertahap sekolah diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan peserta didiknya. Sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kondisi lingkungannya. Kemudian melalui proses perencanaan, sekolah memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro, yaitu bentuk program-program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan sesuai dengan visi dan misinya masing-masing. (Jalal, 2001:25)
6. Sarana dan prasarana pendidikan
Hingga tahun 1998/1999 telah dibangun sekitar 171.000 SD/MI di seluruh Indonesia. Namun jika dilihat mutunya, 19.000 sekolah kondisinya rusak total, 42.000 sekolah rusak berat. Hal ini menggambarkan bahwa kondidi fisik gedung di Indonesia serta peralatannya sangatlah memprihatinkan.

E. Masalah-Masalah yang Dihadapi Pendidikan Nasional di Indonesia
1. Persoalan kurikulum dalam pendidikan
Pendidikan merupakan sektor yang amat penting dan strategis bagi siapa saja. Namun jika dilihat dari aspek kurikulum masa kini dan masa akan datang tentu akan memiliki kontribusi yang signifikan terhadap calon-calon penganggur pada masa akan datang.


Kurikulum sekolah kita dalam arti produk masih mengandung banyak keracunan. Sekolah-sekolah di tingkat SD, SLTP dan SMU memiliki kurikulum yang amat sarat dengan mata pelajaran. Dampak yang diperoleh ialah daya serap peserta didik tidak optimal dan mereka cenderung belajar tentang banyak hal, tetapi dangkal. (suyanto, 2000 : 62)
Persoalan lain yang dianggap cukup serius adalah adanya tumpang tindih baik secara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal materi di kelas satu muncul lagi di kelas dua atau kelas tiga untuk mata pelajaran yang sama. Sedangkan secara horizontal muncul berbagai pokok bahasan yang sama pada beberapa mata pelajaran yang berbeda. Akibatnya, peserta didik akan merasa jemu karena harus belajar yang itu-itu saja dari tahun ke tahun. (Suyanto, 2000 : 62)
Sistem belajar di sekolah kita sangat mengabaikan aspek afektif peserta didik. Guru selalu melakukan deposito berbagai macam informasi ke benak peserta didik tanpa harus tahu untuk apa informasi itu bagi kehidupan mereka. Akibat model seperti ini ialah peserta didik memiliki pengetahuan, tetapi mereka tidak memiliki sikap, minat dan motivasi untuk mengembangkan diri atas dasar pengetahuan yang mereka miliki.
Malpraktik kurikuler justru sering terjadi pada jejang pemikiran kurikuler ketiga dan keempat. Akibatnya banyak siswa faham tentang ajaran moral pancssila, tetapi mereka kesulitan untuk mendemonstrasikan perilaku sehari-hari yang merupakan cerminan dari apa yang mereka ketahui secara kognitif.
2. Ketimpangan kebijakan pendidikan Nasional
a. Tes multiple choice yang tidak memadai
Banyak pihak yang mempersoalkan kegunaan tes objektif sebagai alat ukur prestasi siswa. Ada juga yang menuduh tes semacam itu tidak mendidik anak menjadi kreatif dan berpikir logis, tetapi justru menggiring anak menjadi seperti robot. Alasannya karena dalam tes tersebut jawaban telah disediakan secara terpola sehingga tidak memberi kesempatan anak untuk mengemukakan argumennya secara rasional. (Suyanto, 2001 : 134)
b. Rayonisasi sekolah : kasus DIY
Sebenarnya ide rayonisasi muncul sebagai akibat dari kurangnya jumlah siswa di sekolah tertentu pada jenjang pendidikan SD sebagai akibat keberhasilan KB, sekolah akan kehilangan siswa dan akan terancam tutup. Namun kekurangan siswa belum merupakan ancaman serius bagi eksistensi SLTP dan SMU di DIY. Di samping itu, kualitas sekolah itu memiliki kesenjangan yang cukup tajam antara satu sekolah dengan sekolah lain.
Persoalannya sekarang, apakah rayonisasi dapat menghapuskan kesenjangan kualitas dengan segera ? Tentu jawabannya tidak. Rayonisasi hanya bisa mengatasi kesenjangan jumlah siswa dalam jangka pendek. Sebaliknya sangat tidak tepat mengatasi kesenjangan kualitas dengan terapi rayonisasi.
3. Masalah kenakalan remaja
a. Perkelahian antar pelajar
Perkelahian antar pelajar pada hakikatnya sudah terjadi sejak dulu. Namun saat ini kita perlu manaruh perhatian pada pola baru perkelahian antar pelajar yang sering membawa korban jiwa dan dilakukan secara kelompok. Pola perkelahian pelajar sekarang menunjukkan semakin hilangnya rasa tanggungjawab pribadi. (Suyatno, 2001 : 187)
b. Penyimpangan moralitas dan perilaku sosial pelajar
Perilaku sosial dan moralitas yang menyimpang merupakan salah satu bentuk perolehan dari proses sosialisasi yang dilakukan para pelajar. Dengan mengacu pada pendapat Bowker, para pelajar dapat memiliki moralitas dan perilaku menyimpang sebagai akibat dari hasil belajar (proses sosialisasi).
4. Masalah kesejahteraan guru
Tingkat kesejahteraan guru tergolong rendah, bahkan amat rendah, tidak setara dengan pengabdian yang diberikannya. Gaji yang diterimanya jauh di bawah kebutuhan minimal untuk hidup. Kesejahteraan guru berdampak tidak menguntungkan terhadap motivasi guru, status sosial profesi guru dan dunia pendidikan secara global. (Jalal, 2001 : 229)
Dewasa ini aspek-aspek dari kesejahteraan guru masih jauh dari keadaan ideal. Gaji guru rendah, kenaikan pangkat yang menjadi haknya sering kali kurang lancar karena terhambat oleh tembok Birokrasi yang memperlakukan guru ibarat klien. Untuk naik pangkat, banyak energi dan biaya yang mesti dikeluarkan oleh guru. Pengalaman selama ini dalam upaya meningkatkan status sosial guru dengan meningkatkan kualifikasinya pendidikan saja belum mampu menyentuh persoalan yang paling inti, yaitu rendahnya status sosial guru akibat rendahnya kesejahteraannya terutama gajinya. (Jalal, 201 : 230)

F. Upaya-upaya Meningkatkan Prestasi Pendidikan di Indonesia.
1. Aspek Kurikulum Revitalisasi Pendidikan Agama Islam
Sebenarnya pelajaran agama memiliki peran yang sangat penting pada semua jenjang pendidikan di republik ini. Pelajaran agama memiliki misi dan visi ideologi yang sangat vital bagi kehidupan bangsa. Oleh karena itu sesuai dengan tujuan umum pendidikan nasional yaitu menciptakan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan agama Islam perlu diberi ruang yang lebih dalam kurikulum pendidikan kita.
Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan otak kiri (kognitif) tetapi juga otak kanan (efektif) yang mana seiring dengan perkembangan otak kanan akan berkembang pula moral seseorang. Aspek ini akan sangat positif untuk dikembangkan melalui pendidikan agama agar siswa memiliki jati diri untuk kepentingan pembelajaran dan mampu menghadapi tantangan hidup di masyarakat (Suyanto, 2000: 79).
2. Link and Match
Konsep Link and Match adalah program yang menghendaki agar proses belajar berjalan sambil melakukan sesuatu yang nyata dalam kehidupan atau dikenal dengan learning by doing. Dengan cara itu siswa memiliki pengalaman yang aktual, empirik, dan nyata dalam proses belajarnya (Suyanto, 2006: 108).

Menurut Jerome Bruner (1960) dalam suatu proses belajar, tujuan yang perlu dicapai adalah timbulnya kemampuan untuk melakukan transfer of learning dan transfer of principles yang mana keduanya merupakan kemampuan siswa untuk mengaplikasikan ilmu, pengetahuan dan keterampilan pada dunia nyata yang settingnya berbeda dengan setting tempat ia belajar.
Kebijakan Link and Match inipun akan sangat menguntungkan dunia kerja negara kita, karena dunia kerja mendasarkan pola kerjanya secara bisnis, sehingga faktor efisiensi menjadi tujuan utama agar kegiatan mereka benar-benar mampu mendatangkan keuntungan. Kebijakan Link and Match dalam tataran konseptual sangat menguntungkan bagi dunia kerja untuk menyediakan tenaga profesional. Karena dengan profesionalisme tinggi kita akan mempunyai keunggulan kompetitif yang tinggi. Dengan keunggulan kompetitif yang tinggi ada jaminan untuk menjadi survival of the fittest dalam era global yang penuh persaingan secara terbuka. Selain itu kebijakan Link and Match dapat digunakan sebagai media untuk tenaga kerja, dan dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu (Suyanto, 2006: 112).
3. Membangun Moralitas Budaya Islami dalam Perspektif Pluralisme.
Membangun budaya moralitas Islami dapat diintegrasikan dalam proses pendidikan. Sejalan dengan ini, Islam sebagai agama jelas merupakan sumber nilai yang memiliki sifat universal sehingga pendidikan dan ajaran Islam dapat digunakan untuk saling mendorong satu sama lain agar terjadi proses pendidikan yang agamis dan terjadi keberagaman yang berpendidikan. Agama Islam jelas sangat menempatkan ilmu pada tingkatan yang tinggi. (Suyanto, 2006: 151).
Dalam rangka membangun moralitas dalam perspektif pluralisme, sistem pendidikan formal (sekolah) maupun non-formal dan informal, harus memperhatikan empat pilar penting pendidikan yang telah dirumuskan oleh UNESCO yaitu (a) learning to know, (b) learning to do, (c) learning to live together dan (d) learning to be.



4. Pengembangan Perpustakaan di Era-Globalisasi
Perkembangan perpustakaan di era otonomi daerah perlu memperhatikan aspirasi masyarakat. Hal ini mempunyai konsekuensi bahwa perpustakaan harus dikembangkan dalam rangka menjawab tuntutan masyarakat untuk belajar sepanjang hayat. Pengembangan perpustakaan di daerah otonom perlu dilakukan dengan mengadakan sistem networking bersama semua perpustakaan yang ada di daerah itu maupun diluar daerah itu. Tujuannya dapat bekerja sama dalam layanan, koleksi, maupun program pelatihan SDM yang memperhatikan perkembangan teknologi. Dengan cara merintis pemanfaatan teknologi informasi melalui dukungan infrastruktur daerah.
5. Tunjangan Bagi Guru
Gaji guru perlu ditingkatkan hingga mencapai standar yang wajar, yakni paling tidak dua kali lipat. Untuk mewujudkan itu, kini diselenggarakan program fungsional bagi guru swasta dan juga sertifikasi. Kenaikan gaji dilakukan bersamaan dengan perbaikan aspek-aspek kesejahteraan lain meliputi prosedur kenaikan pangkat dan kepastian karier (Jalal, 2001: 231).
Selain itu perlu dibuat perakaran gaji khusus untuk guru yang memungkinkan struktur pengajaran guru PNS diatur pada pasal 15 ayat 1 yang berbunyi guru berhak menerima tunjangan berupa; (1) Tunjangan profesi, (2) Tunjangan fungsional, (3) Tunjangan khusus. Tiga jenis tunjangan diatur dalam pasal 16, 17, dan 18 UU Guru dan Dosen.
Disamping tunjangan diatas, guru juga berhak memperoleh “maslahat tambahan” pada pasal 19 UU Guru dan Dosen yang meliputi:
1). Tunjangan pendidikan
2). Asuransi pendidikan
3). Beasiswa
4). Penghargaan bagi guru
5). Kemudahan bagi putra putri guru dalam memperoleh pendidikan
6). Pelayanan kesehatan

DAFTAR PUSTAKA


Pidarta, Made. 2000. Landasan Kependidikan. Jakarta: aneka Cipta.

Suyanto. 2000. Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III. Yogyakarta: Andika Kaya Nusa.

Suyanto. 2006. Dinamika Pendidikan Nasional. Jakarta: PSAP Muhammadiyah.

UU No. 20 tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Naja, Hakam. t.t. Pembangunan Pendidikan Nasional Indonesia, (online), www.e-dukasi.net/artikel/artikel_files/%20Hakam%20Naja.doc.co.id.